Kamis, 19 November 2015

Kota Kudus



KOTA KUDUS



 Orang biasanya mengenal Kota Kudus sebagai Kota Kretek dengan PT Djarum sebagai pabrik yang terbesar dan diikuti oleh pabrik-pabrik rokok lainnya. Namun lebih dari itu, Kota Kudus menyimpan sejarah panjang yang menjadi goresan tinta sejarah peradaban.

       Karena terletak di jalur Pantura yang merupakan jalur perdagangan yang vital, kurang lebih 53 km dari Semarang atau sekitar 45 menit lewat perjalanan darat dari Kota Semarang menjadikan Kota Kudus sebagai daerah tujuan dagang dan wisata yang menarik untuk dikunjungi.

       Nama Kudus sendiri berasal dari bahasa Arab al-Quds yang berarti suci, konon Kudus satu-satunya kota di Jawa yang mengadopsi namanya dari bahasa Arab. Walaupun karakter Islam sangat kuat di Kudus, namun pengaruh Hindu masih tetap berlaku, misalnya dilarang menyembelih sapi di dalam wilayah Kota Kudus. Penyebar Islam pertama di Kudus yang bernama Ja’far Shadiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus mengetahui bahwa sapi adalah binatang suci Umat Hindu.

       Kali Gelis yang mengalir ditengah Kota Kudus membagi wilayah menjadi dua bagian yaitu Kudus Kulon ( Barat ) dan Kudus Wetan ( timur ). Pada masa lampau, wilayah Kudus Kulon didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendikiawan, guru-guru, bangsawan dan kerabat ningrat.Dalam perkembangannya ternyata Kudus Kulon lebih maju. Kota Kudus memiliki beberapa ciri khas yaitu :

Tradisi Dandangan


Salah satu kebudayaan kota kudus yang rutin diadakan setiap tahun adalah dandangan. Dandangan diadakan setiap kali menjelang bulan Ramadan tiba, umat Islam di kabupaten Kudus, Jawa Tengah dan sekitarnya menyambutnya dengan suka cita. Momentum kehadiran bulan Ramadan menjadi sesuatu yang istimewa, sebab terdapat tradisi Dandangan sebagai penanda masuknya bulan Ramadan. Tradisi ini sudah turun temurun atas warisan dari Sayyid Ja’far Sodiq atau yang sering dikenal dengan sebutan Sunan Kudus.

Tradisi Dandangan sudah berlangsung ratusan tahun. Dahulu, tradisi ini bermula pada saat masyarakat mendatangi masjid Menara Kudus untuk mendengarkan pengumuman dari sesepuh masjid mengenai kapan dimulainya hari pertama puasa Ramadan. Pengumuman diawali dengan permulaan menabuh beduk yang diterpasang Menara, lalu beduk tersebut kedengarannya menimbulkan suara “dhang…dhang..dhang”. Bunyi beduk itulah yang memunculkan kata dhandhang, sehingga kebiasaan tersebut dikenal dengan tradisi Dandangan.

Zaman terus berkembang, kini tradisi Dandangan tidak hanya sebatas menunggu beduk Menara Kudus ditabuhkan menjelang bulan Ramadan. Namun sudah menjelma menjadi tradisi atau dengan istilah lain yakni event yang tidak hanya dimiliki oleh masyarakat muslim saja, tetapi masyarakat non-muslim juga menyambutnya dengan suka cita.

Tari Kretek Khas Kudus

  
       Tari kretek kini menjadi ikon baru di Kudus, karena kini banyak acara atau ivent-ivent di Kudus sering menampilkan Tari kretek. Aku sendiri Juga baru mengenal tari kretek namun rasanya aku patut bangga karena Kudus terus menampilkan keunikan budaya tarinya yang menggambarkan proses produksi rokok kretek ini sangatlah unik.

       Beberapa waktu yang lalu Tari kretek berhasil meraih juara ke tiga tingkat Jawa tengah.
Tentunya hal ini akan mebuat Tari kretek di kenal luas oleh masyarakat. Nah semoga Tari kretek ini akan membuat Kudus di kenal lebih oleh kota-kota lain akan budayanya. Dan semoga tidak hanya tari kretek ,kreasi keunikan masyarakat Kudus terus bermunculan, agar menambah citra yang positif bagi Kota Kudus dan tentunya bangsa Indonesia

Masjid Menara Kudus


       Masjid Kudus dikenal oleh masyarakat karena bentuk arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu. Masjid yang dibangun pada tahun 1549 oleh Ja’far Shadiq memang memilki pesona yang luar biasa. Menara yang terbuat dari bata merah yang aslinya adalah menara peninggalan Hindu yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat para raja dan kaum bangsawan, namun sebagian lain menganggap bahwa menara tersebut adalah menara pengawas dari sebuah rumah ibadat agama Hindu sebelum diubah
menjadi masjid.

       Menara masjid ini berbentuk seperti Candi Singasari atau Bale Kul-Kul di Bali, sisa peninggalan dari Zaman Hindu yang telah beralih fungsi. Tinggi menara ini kira-kira 17 m dan telah berusia tujuh abad. Bangunan menara terbagi tiga yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan. Masjid Kudus tetap mempertahankan bentuk aslinya walaupun telah mengalami beberapa kali pemugaran. Keunikan lain di serambi masjid terdapat sebuah Candi Bentar, penduduk menyebutnya Lawang Kembar yang konon berasal dari Majapahit.

       Di belakang masjid adalah makam Ja’far Shadiq dan para pengikutnya yang menempati tanah dua kali lebih luas dari ukuran masjid tersebut. Seperti bentuk gapura depan, memasuki areal taman pemakaman pun yang sudah berumur ratusan tahun tetap cantik dan menarik. Dengan bergaya arsitek Hindu, masing – masing makam tersusun dengan rapi dan dibuat cluster sesuai dengan pangkatnya. Dari golongan prajurit yang paling rendah sampai dengan makam Ja’far Shadiq sendiri yang bertempat di tengah-tengah diantara semua para punggawanya.

       Setiap hari selalu saja masjid ini ramai dikunjungi oleh para pengunjung, baik yang hanya sekedar ingin melihat-lihat arsitek bangunan yang unik, maupun yang ingin berziarah ke makam Ja’far Sadiq ( Sunan Kudus ). Selama acara Buka Luwur, yang diadakan tiap tanggal 10 Muharram, tirai yang terdapat di makam ini diganti dan pada saat seperti ini ribuan peziarah akan memadati kawasan makam. Apalagi lokasinya yang terletak di pusat Kota Kudus menjadikan tempat ini sangat mudah diakses, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi

 Soto Kudus

 
       Soto kudus adalah soto yang berasal dari Kudus. Soto kudus, hampir mirip dengan soto Lamongan, soto kudus berisi suwiran ayam dan taoge.Terkadang soto kudus juga menggunakan daging kerbau. Kuahnya lebih bening.

       Soto kudus dalam penyajiannya memiliki tradisi dihidangkan dalam mangkuk kecil untuk satu porsi soto. Persis dengan soto lainnya, soto kudus ditemani sambal dan jeruk nipis. Hidangan soto Kudus tidak hanya dapat ditemukan di Kudus, saat ini juga dapat ditemui di berbagai kota di Indonesia.

       Soto kudus tidak ada yang menggunakan daging sapi karena penghormatan muslim Kudus terhadap agama Hindu, yang mana sapi adalah hewan yang mereka anggap suci. Namun hal ini hanya sebatas anjuran yang berasal dari Sunan Kudus. Dia mengajari Orang Islam untuk menghargai agama lain, khususnya agama Hindu.Ini disebabkan ketika itu di Kudus banyak orang yang memeluk agama Hindu. Hal ini merupakan bentuk toleransi yang telah diajarkan oleh Sunan Kudus pada pemeluk agama Islam yang tinggal di daerah Kudus. Budaya itu pun masih berlaku sampai sekarang

Jenang Kudus


       Jika Garut terkenal dengan dodol, maka di Kudus kita mengenal panganan serupa dengan nama jenang. Jenang adalah makanan khas kota berjuluk Kota Kretek.
       Berbahan dasar tepung beras ketan, gula pasir, gula kelapa, santan, dan lemak nabati, jenang memiliki rasa manis. Makanan dengan tekstur kenyal ini juga memiliki aneka varian rasa, seperti coklat, susu, capuccino, mocca, durian, nangka, pandan, dan cocopandan.
      
       Jenang biasanya disajikan dalam potongan-potongan kecil, dibungkus dengan kertas plastik, dan dikemas dalam sebuah dus. Bila berkunjung ke Kudus, tidak sulit menemukan makanan yang satu ini. Jenang dengan mudah dapat kita jumpai di wilayah Kudus seperti misalnya di sekitar area Menara Kudus.

Kalo mampir ke kudus jangan lupa ya beli oleh-oleh khas kudus.

Sumber :


Sumber Gambar :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar